Wednesday, October 5, 2011

Konflik Agama (Bhg.6) - sila ambil ikhtibar


KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH (BHG.6)
Desember 1998 s.d. Desember 2000

Sambungan...

Seorang Ibu yang bernama Wa Rahima (42 tahun) ditelanjangi di depan suaminya. Suaminya diancam akan dibunuh apabila berteriak atau berbicara. Seorang gadis lagi yang bernama Nurdia (17 tahun, siswa SMP Kelas III) sudah dibuka celananya dengan cara paksa dan - maaf - buah dadanya sudah dipegang siap untuk dipotong. Menurut pengakuan salah satu korban, ada sepasang suami istri diculik dan di bawa ke Hutumari, dan tidak diketahui nasibnya.

Sementara seorang Ibu bernama Dewi (bukan nama sebenarnya) yang sudah punya tiga anak, pegawai Pertanian diperkosa beramai-ramai sekitar 20 orang, setelah itu mereka dengan kejamnya melukai alat kemaluannya dengan alat tajam. Korban sementara di RS AL Halong dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Dari informasi saksi, sebenarnya Ibu tersebut mau bergabung dengan warga Wailiha lainnya di mess Pabrik, namun ditengah perjalanan beliau sudah dianiaya.

Sekitar pukul 07.00 WIT, pertolongan Allah pun datang lewat bunyi tembakan aparat, membuat para perusuh Kristen lari tunggang langgang, menyelamatkan diri. Akhirnya warga Muslim segera diungsikan ke Asrama Halong dengan penuh penderitaan lahir batin, tanpa baju, uang dan materi lain yang mendukung hidup mereka lagi. 1)

26 Juli 1999 : Terjadi perlawan sengit, para mahasiswa Islam terjun membantu menghalau

serangan-serangan pihak Kristen, namun pihak keamanan Brimob bertindak makin tidak adil. Sertu Erald Pattiwael dengan entengnya menembak sdr. Jamarah, hingga tewas, sementara Ade Buton luka berat akibat peluru menembus lututnya.

Ambon, 26 Juli 1999

Sebelumnya Dusun Wailiha di Batu Gong diserang pihak Kristen pada dinihari. Empat orang Muslim terbunuh dan sedikitnya dua puluh orang luka berat dan lima puluh luka ringan. Korban yang meninggal dan luka-luka di evakuasi ke RS Angkatan Laut Halong. Dilaporkan pula bahwa seorang wanita diculik dan tidak diketahui nasibnya.

Di Desa Lateri dan Latta, dinihari, ummat Islam diserang massa Kristen, Dua orang terbunuh ditembak Brimob, yakni sdr. La Ali dan La Ane serta yang satu lagi tertembak di bagian paha. Saat itu wanita dan anak-anak melarikan diri, bersembunyi di Halong Atas yang kemudian berhasi dievakuasi ke Dusun Kebun Cengkeh.

27 Juli 1999 : Desa Waihitu dan Tanah Lapang Kecil diserang pihak Kristen dari berbagai

penjuru, akibatnya kedua desa tersebut luluh lantak. Para penghuni kedua desa itu melarikan diri berenang ke laut. Mereka kemudian mendapatkan pertolongan dan dievakuasi ke dermaga Yos Sudarso, Ambon. Di Dusun Telaga Pange dan Keranjang terjadi penembakan oleh aparat Brimob, menewaskan dua orang yang teridentifiaksi sebagai Lampone dan Wa Haya (wanita).

Kebiadaban di Desa Latta, Kodya Ambon
28 Juli 1999 : Kondisi pertikaian Ambon yang melebar diberbagai tempat, juga merembet ke dusun Latta, sekitar 12 km dari pusat kota Ambon. Massa Kristen warga desa Lateri (bersebelahan dengan dusun Latta) menyerang Latta pada hari Rabu jam 04.00 dini hari. Dalam peristiwa Latta itu, sebagaimana dilaporkan oleh salah satu sumber, bahwa 1 orang terluka. Keberingasan kaum kristen ini tidak berhenti disini. Sumber yang keluarganya juga bertempat tinggal di Latta ini juga menceritakan bahwa setelah pihak Kristen menghancurkan beberapa rumah warga muslim Latta, dengan biadabnya mereka memperkosa dua orang wanita muslimah Latta. Jumlah warga yang memperkosa ini setelah dilaporkan dan dikonfirmasi balik oleh sumber tadi, banyaknya pelaku belum teridentifikasi. Setelah muslimah Latta ini diperkosa, 2 Muslimah lainnya dibantai dengan dipotong-potong hingga tewas.

Pada hari Rabu, jam 10.00 warga Kristen gabungan desa Hutumuri dan desa Passo menyerang dusun Wailiha (mayoritas berasal dari Buton). Anak-anak dan perempuan dusun ini sebelumnya telah diungsikan, sementara yang bertahan adalah hanya para pemuda yang bertahan. Dilaporkan bahwa 15 orang dibantai oleh pihak Kristen. 2)

Situasi Semakin Mencekam di Poka dan Kodya Ambon

29 Juli 1999 : Terjadi lagi penembakan oleh aparat Brimob, saat terjadi pertikaian antara pasukan putih dan merah (Kristen), di Perumnas Poka. Empat dilaporkan orang terbunuh. Mereka adalah Majid Amed, Hussein Ollong, Ali Ulat dan Kadir Rehalat. Sementara di Kota Ambon, seorang bernama Syamsul B. Rahayaan terbunuh ditempak aparat dari kesatuan Brimob.

30 Juli 1999 : Pihak Kristen kembali menyerang, kali ini ke desa Iha. Akibat serangan dari segala penjuru itu, dua orang dilaporkan terbunuh. Kondisi sementara terkendali dengan adanya bantuan pasukan yang datang dari Jakarta.

1 Agustus 1999 : Pukul 15.00 WIT, massa Kristen kembali membakar rumah-rumah Muslim diperbatasan antara perumahan penduduk Hative Kecil dengan rumah penduduk Kristen di Aster, yang telah ditinggalkan penghuninya..
3 Agustus 1999 : Pukul 09:20 WIT di Waihaong, beberapa warga Muslim berhasil menangkap

seorang penyusup, di sekitar tempat pengungsian THR Waihaong Penyusup Kristen ini dihakimi hingga babak belur. Nasib serupa juga dialami seorang warga beragama Kristen yang ditangkap di depan kantor DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Maluku, di Asoabali. Sekitar pukul 11.00 WIT, seorang warga Kristen ditemukan tewas di lantai Gedung Ambon Plaza, salah satu pertokoan termegah di Ambon. Diduga warga Kristen itu tewas akibat kemarahan warga Muslim akibat Rubiyanto, warga Muslim nelayan, yang sebelumnya dibantai dengan keji di depan toko Citra. 3)

Menurut laporan KONTRAS, sejak pecahnya pertikaian di Poka, tanggal 15 Juli hingga 5 Agustus 1999, tercatat 1.349 orang korban meninggal, ratusan lainnya luka-luka, dan 4 orang hilang. Sekitar 800 rumah dibakar habis, juga kira-kira 200 ruko habis dibakar. Kurang lebih 100.000 warga mengungsi. 4).

Korban Muslim oleh Pembunuhan sadis salibis


Kesaksian Korban Kerusuhan Maluku

Mufli M. Yusuf (15 th) SMP Al-Khairat Kelas III, Desa Popelo, Tobelo:

Rabu, (21/12/99) pk.09.00 WIT. Orang-orang Kristen dari Kampung Kusur Telaga Panca, dan Kao menyerang Desa Togolihua yang Muslim. Kami, ribuan umat Islam, berlindung ke Masjid al-Ikhlas. Masjid dikepung lalu di bom (bom pipa rakitan, menunjukkan bahwa pihak Kristen sudah mengadakan persiapan sebelumnya). Orang-orang kafir itu juga memanah ke dalam Masjid dengan panah yang telah dilumur darah babi. Sebagian dari mereka melempari Masjid dengan batu-batu besar hingga banyak tembok Masjid yang bolong. Kami yang ada di Masjid –kebanyakan anak kecil dan ibu-ibu– akhirnya menyerah setelah satu jam di gempur perusuh Kristen.

Orang-orang kafir itu lalu menyerbu ke dalam Masjid, lebih dari 500 orang Islam lari keluar Masjid. Ada yang masuk hutan, ada pula yang menyerah. Tubuh saya berlumur darah, mungkin sebab itu mereka mengira saya sudah mati. Di sekeliling saya ada banyak sekali, sekitar 600 orang, syahid dengan kondisi amat menyedihkan. Dalam penyerangan itu, saya lihat banyak muslimah yang ditelanjangi orang Kristen. Walau para muslimah itu berteriak-teriak minta ampun, tapi dengan biadab mereka diperkosa beramai-ramai di halaman Masjid dan di jalan-jalan. Setelah itu mereka di bawa ke atas truk, juga anak-anak kecilnya, katanya mau dipelihara oleh orang Kristen. Para muslimah yang tidak mau ikut langsung dicincang hidup-hidup. Orang kafir itu saling berebutan mencincang bagai orang berebutan mencincang ular.

Seorang muslimah digantung hidup-hidup lalu dibakar. Pukul 13.00 WIT, perusuh Kristen itu membakar habis Masjid dengan lebih 600 tubuh syuhada didalamnya. Saya yang penuh luka bakar dengan susah payah keluar dari Masjid lewat tembok yang bolong. Saya mencari orang Islam yang masih hidup, tapi tidak ada. Semua rumah penduduk Muslim juga sudah terbakar. Saya akhirnya bertemu dengan seorang Polisi Muslim dan dibawa ke Polsek. Saya dirawat selama tujuh hari bersama korban yang lain. Dan kini saya berada di suatu tempat di Ternate.

Konflik Agama (Bhg.5) - sila ambil ikhtibar


KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH (BHG.5)
Desember 1998 s.d. Desember 2000

Laporan dari Tim Medis Universitas Indonesia yang berada di Tual, menyebutkan bahwa keadaan hari itu masih dalam status quo. Keadaan sangat mencekam, aparat keamanan sangat kurang jumlahnya. Dilaporkan pula bahwa para korban dari pihak Muslim yang jatuh tidak bisa dirawat di Rumah Sakit, sebab Rumah Sakit berada dalam penguasaan pihak Kristen. Akhirnya, para korban Muslim di rawat di Masjid bersama-sama dengan para pengungsi yang ditampung di situ.


BAGIAN 1-4 : AMBON JILID DUA, DAN TRAGEDI POKA

Tragedi Ambon berdarah 'jilid dua' adalah nama yang diberikan oleh kalangan Muslim untuk membedakan, bahwa setelah tragedi berdarah pertama pada tanggal 19 Januari 1999 di kota Ambon, dan kebiadaban massa Kristen di Tual Maluku Tenggara, terjadi 'masa tenang' menjelang Pemilihan Umum 7 Juni 1999.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerusuhan Ambon 'jilid dua' adalah kerusuhan yang terjadi di Poka, 200 km Timur Laut kota, tanggal 23 Juli 1999. Akan tetapi, Brigjen (Purn) Rustam Kastor, mencatat beberapa peristiwa yang terjadi pada 'masa tenang' Pemilu, medio Mei- Juli 1999, di Kodya Ambon dan sekitarnya. Menurut pendapat kami, rentetan peristiwa-peristiwa yang dicatat oleh Rustam Kastor ini, lebih tepat disebut sebagai kerusuhan Ambon 'jilid dua'. Ada pun kronologisnya kami rangkum sebagai berikut.



11 Mei 1999 : Terjadi pembantaian terhadap dua orang warga Muslim di desa Passo ketika mereka tengah berkendaraan menuju ke Ambon.

12 Mei 1999 : Terjadi penyerangan terhadap rumah-rumah penduduk warga Muslim di dusun
Tawiri oleh massa Kristen.

13 Mei 1999 : Empat orang penumpang bus (warga Muslim) tewas dibantai di desa Waai oleh massa Kristen yang sengaja menghadang bus tersebut. Bus tersebut tidak dibakar, tetapi para penumpangnya dikejar massa Kristen, beberapa di antaranya berhasil lolos dari amukan massa.

15 Mei 1999 : Terjadi pembakaran 8 rumah warga Muslim di Batu Merah oleh masa Kristen mardika. Pembakaran ini terjadi akibat pemuda Kristen kampung Mardika merebut obor Pattimura yang dibawa pemuda Islam dari Desa Batu Merah menuju lapangan Merdeka. Di perbatasan Desa Batu Merah, sehingga menimbulkan konflik yang nyaris menimbulkan kerusuhan. Upacara obor Pattimura itu bertepatan dengan peresmian KODAMXVI/PTM oleh Kasad Jendral Subagyo HS.

14 Juli 1999 : Pembakaran sekitar 300 pohon cengkih milik desa Siri-Sori Islam (Pulau Saparua) oleh massa Kristen desa Ulath yang berkelanjutan dengan perkelahian massal yang menimbulkan korban jiwa di pihak Muslim termasuk aparat Kepolisian.

17 Juli 1999 : Masjid Al-Ikhlas kota Saparua, dan beberapa rumah penduduk Muslim dibakar perusuh Kristen.

Kerusuhan di Poka, Juli-Agustus 1999

Sumber dari Posko Umat Islam Masjid Al-Muhajirin Tihu dan PKPU menyebutkan bahwa kerusuhan di Poka berkobar pada tanggal 23 Juli 1999, menyusul pemukulan dan pendudukan rumah-rumah warga Muslim di sana. Tiga buah Masjid, yakni An-Nashr, Al-Ikhlash dan, Al- Muhajirin, jadi sasaran kelompok Kristen. Aparat keamanan dari Brimob, memihak kelompok ikat kepala merah (Kristen), dengan aktif menembakkan senjatanya. Bantuan dari tempat-tempat lain berdatangan, terutama dari tempat-tempat konsentrasi warga Kristen. Berikut kronologisnya.

21 Juli 1999 : Pukul 17.15 WIT terjadi pemukulan terhadap tiga mahasiswa Islam di depan perumahan Departemen Poka. Masalah ini tidak terselesaikan, karena korban tidak berani melapor.

22 Juli 1999 : Terjadi lagi pemukulan terhadap dua mahasiswa Islam di depan Gereja Perumnas Poka. Hal ini dilaporkan pada aparat keamanan, namun penyelesaian laporan tersebut tidak digubris.

23 Juli 1999 : Secara terang-terangan diadakan mobilisasi massa dari Wailela, Poka, Rumah Tiga oleh pihak merah (Kristen) untuk menempati rumah-rumah penduduk di Perumnas Poka, blok I-V.

24 Juli 1999 : Ketika awal Maghrib, mulai terjadi pelemparan terhadap rumah Muslim diPerumahan Poka blok I-V tersebut, kemudian disambut oleh pemuda-pemuda Muslim di sana. Terjadlilah baku lempar.

25 Juli 1999 : Terjadi mobilisasi bantuan pihak merah dari berbagai tempat dan menyerang

Perumnas dan BTN Poka. Terjadi pembakaran dan penghangcuran rumah-rumah Muslim. Tiga lokasi yang menjadi sasaran adalah Masjid An-Nashar Poka, Masjid Al-Ikhlash Poka, dan Masjid Al-Muhajirin Perumnas Poka. Lima orang terbunuh, empat di antaranya ditembak aparat, tepat di depan Puskesmas Rumah Tiga.

Drama Perkosaan Warga Muslim Wailiha

Di Dusun Wailiha, arah utara kota Ambon, desa Batu Gong kecamatan Teluk Ambon Baguala Kodya Ambon yang berdampingan dengan kampung Hutumuri (kampung Kristen) terjadi pembantaian dan pemerkosaan yang sungguh tak mengenal rasa perikemanusiaan. Massa Kristen menyerang perkampungan Muslim yang terdiri dari dusun Kisar, Kampung Pisang dan dusun Wailiha yang terletak di Desa Batu Gong. Warga masyarakat khususnya dusun Wailiha awalnya sudah mendengar khabar tentang peristiwa yang terjadi di desa Poka (Perumnas, Wailela, Rumahtiga dan sekitarnya) bahkan pula yang terjadi di kota Ambon. Walhasil kejadian inipun merembek pada kampung Kisar (tetangga Dusun Wailiha) .

Pukul 05.30 WIT, Kampung Kisar habis terbakar oleh kekejian kaum Kristen. Melihat kejadian ini, warga Wailiha bersebelahan dengan kampung Kisar terutama laki-laki sudah siap untuk menghadang pasukan Kristen dan sebagian lagi mengungsi. Jalan-jalan diblokade dan mobil yang dipakai untuk mengambil warga Wailiha dilempari sehingga mobil tersebut tidak berani lagi mengevakuasi warga. Bunyi tembakan dari pihak Kristen makin mendekat sehingga membuat benteng pertahanan Warga Wailiha menjadi Lumpuh dan mundur menyelamatkan diri ke Pabrik Pengalengan Ikan, Batu Gong. Melihat tidak ada lagi Pertahanan dari warga Wailiha membuat pihak Kristen Hutumuri dan beberapa kampung Kristen di sekitarnya leluasa dan membabi buta membakar habis rumah-rumah warga. Dua buah masjid yakni Masjid Nurul Ilmi dan Masjid Babussalam pun ikut dibakar.

Melihat warga Wailiha menyelamatkan diri ke pabrik Pengalengan Ikan dan yang lain nekad untuk berenang ke pantai kampung Tial (perkampugan Islam), 200 massa Kristen pun mengikutinya kearah pabrik, diikuti dengan pembakaran, pemboman, penembakan dan

pelemparan mess (asrama) pabrik, sehingga mess pabrik pun terbakar. Setelah mess terbakar mereka pun diperintahkan keluar, namun warga Wailiha ini tidak berani keluar karena melihat pihak Kristen melengkapi dirinya dengan senjata modern, pistol, parang, tombak, basoka, bom dan lain-lain.

Berulang-ulang kali para perusuh Kristen mengatakan 'Perempuan-perempaun keluar dan angkat tangan'. Demi kesalamatan jiwanya merekapun menurutinya. Kemudian mereka disuruh berbaris untuk menuju Desa Hutumuri. Di tengah perjalanan, sebagian dari mereka mengatakan 'pilih perempuan-perempuan cantik', kemudian yang cantik-cantik dipisahkan dan diperintahkan segera mengeluarkan uang-uang yang dimilikinya. Sementara laki-laki yang masih bersembunyi di mess yang lain disuruh keluar. Dengan terpaksa mereka pun ikut keluar. Dihadapan keluarga, istri dan anaknya mereka dibantai.

Masing-masing Pak Risman (satpam perusahaan) korban dibacok dan dicincang, Pak La Ata ditembak, dicincang hingga isi perutnya keluar, Pak La Uta, dipotong dan cincang oleh teman kerjanya sendiri di perusahaan, seorang anak kecil, anak dari Ibu Wa Emi kepalanya di belah dengan Kapak, anak-anak kecil yang lain diinjak-injak, Pak La Nahiyah dipanah dari kiri tembus kekanan mayatnya dibuang dan di temukan dipantai Passo.

Seorang anak gadis yang bernama Suryani, 25 tahun, disuruh telanjang dengan membuka baju dan celananya, namun karena tidak diturutinya membuat mereka marah dan menyiksa serta memotong rambut dan lehernya sehingga gadis ini penuh dengan luka-luka

Korban Muslim oleh Pembunuhan sadis salibis

Kesaksian Korban Kerusuhan Maluku

Ibu Musriah (40 th) Pengungsi asal Makian Talaga:

Saya juga berlindung di Masjid yang sama. Lebih dari 50 laki-laki Muslim dicincang termasuk suami saya. Bagian belakang kepala saya juga mereka tebas dengan golok, tapi alhamdulillah saya masih hidup. Telapak tangan saya ini ditembus panah. Saya dan tiga orang anak lainnya diselamatkan aparat Muslim.

Bersambung...

Konflik Agama (Bhg.4) - sila ambil ikhtibar

KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH
Desember 1998 s.d. Desember 2000 (BHG.4)

Sambungan...

Bukti Prestasi ajaran Paulus Kristus, pembantaian Muslim dengan cara sadis

Sebelumnya, telah terjadi perjanjian damai antara Umat Katholik dengan ummat Islam. Pagi harinya ummat Islam melakukan penjagaan di Gereja Katholik untuk pengamanan ibadah Paskah, dan massa Kristen berhasil dihalau.

Pukul 13.00 WIT : Umat Katholik ganti menjaga umat Islam yang tengah melaksanakan Sholat Dzuhur berjama'ah di Masjid Ar-Rahman Desa Larat, Tual. Ketika ummat Islam baru saja selesai menunaikan shalat Dzuhur berjama'ah, sekelompok massa Kristen tiba-tiba datang menyerang dan melemparkan bom ke dalam Masjid. Jama'ah di dalam Masjid mereka bantai. Seketika itu juga jatuh korban sembilan orang Muslim, termasuk imam Masjid Ar-Rahman H. AH. Rahanyamtel. Seorang jama'ah Masjid bernama Kabir Rahayaan dibantai, tumbuhnya dipotong- potong kemudian dibungkus dengan sajadah dan hambal (karpet). Bungkusan mayat itu lantas diletakkan di bawah mimbar masjid dan disiram minyak, lalu dibakar. Menurut seorang saksi mata, serangan pihak Kristen tampak terorganisir rapi.

3 April 1999 : Massa Kristen dari desa Ohoiet, Ngifut, Ohoirenan, melakukan penyerangan dan pembakaran rumah-rumah warga Muslim di Ohoiwait.

Di hari yang sama, sekitar pukul 05.00 WIT juga tejadi penyerangan disertai pembakaran rumah- rumah milik Muslim di Kecamatan Key Besar, antara lain Desa Sungai, Ngafan, dan Wafol. Sejumlah rumah hangus terbakar, sementara korban luka-luka teridentifikasi sebanyak 3 orang. Akibat serangan-serangan itu, sekitar seribu orang warga Muslim dari berbagai desa, dan 400 orang dari Desa Larat mengungsi. Mereka diangkut oleh kapal Perang yang besar.

Massa Kristen kembali melakukan serangan tahap kedua, hari itu, di desa Larat. Para perusuh Kristen membakar tidak kurang seratus rumah warga Muslim, sebuah sekolah, sebuah Puskesmas, dan sebuah Masjid. Suasana di Key Besar sangat mencekam. Menurut seorang ketua Posko Satgas MUI Tual, seluruh kecamatan telah menjadi puing, banyak rumah penduduk dibakar secara keji.

5 April 1999 : Serangan demi serangan masih berkelanjutan. Sekitar pukul 20.00 WIT, Kantor

Bupati Tual dibakar. Demikian pula sejumlah rumah milik Muslim dibakar oleh para perusuh Kristen. Setelah merusak rumah-rumah itu, mereka melakukan penjarahan besar-besaran, mengangkut segala harta benda yang ada. Setelah itu baru rumah-rumah tersebut dibakar. 2)

Posko Ummat Al-Huriyah 45, Tual, melaporkan pada Palima KODAM TRIKORA, bahwa beberapa desa Katholik di Kecamatan Key Besar : Desa Watsin dan Desa Bombai, telah ikut aktif melakukan penyerangan, pembakaran dan pembunuhan terhadap umat Islam di pesisir Utara Barat, Kecamatan Key Besar. Perbuatan keji ini bertentangan dengan pernyataan sikap Gereja Katholik yang ditandatangani Wakil Uskup Paroki Key Aru di Tual.

Laporan tersebut juga memuat keterlibatan aparat kepolisian Maluku Tenggara dalam memerangi ummat Islam. Para anggota polisi yang beragama Kristen menyebar ke pinggiran kota Tual dengan menyamar sebagai preman dan dipersenjatai untuk melakukan penembakan terhadap Muslim.

Laporan itu juga memuat nama-nama aparat keamanan yang terlibat, yakni : Serda Buce Buluroy (Provost Polres Maluku Tenggara, Serma (Pol) Buce Yambornias, Peltu (Polwan), Ati Titaley, Sema (Pol) Natur Sarkol, Serka (Brimob) Frans Naraha, Serda Miru (anggota Kodim 1503 Maluku Tenggara), dan Serda (Pol) Febby Helyanan. Posko Umat Al-Huriyah 45-Tual, Kabupaten Maluku Tenggara

Ada pun desa-desa Islam yang dibakar, di Maluku Tenggara, menurut laporan tersebut adalah sbb:


No Nama Desa Kecamatan
1 Desa Fas Key Besar
2 Desa Wer Frawav Key Besar
3 Desa Wer Ker Key Besar
4 Desa Wer Ohoinam Key Besar
5 Desa Wearmaf (Kampung Baru) Key Besar
6 Desa Nerong Lama Key Besar
7 Desa Nerong Baru Key Besar
8 Desa Larat Key Besar
9 Desa Elralang Key Besar
10 Desa Sungai Key Besar
11 Desa Ngafan Key Besar
12 Desa Wafol Key Besar
13 Desa Langgiar Baru Key Besar
14 Desa Fer Raja Key Besar
15 Desa Uwat Key Besar
16 Desa Ngan Key Besar
17 Desa Ohiwait Key Besar
18 Desa Mataholat Key Besar
19 Desa Ohibadar Key Kecil
20 Desa Madwat Key Kecil
21 Desa Warbal Key Kecil
22 Desa Ohoirenan Key Kecil
23 Desa Ohoiren Key Kecil
24 Desa Ohoira Key Kecil
25 Desa Letvuan Key Kecil
26 Desa Debut Islaml Key Kecil
27 Desa Tarwa pulau Key Kecil

Sumber : Posko Umat Al-Huriyah 45-Tual, Kabupaten Maluku Tenggara

6 April 1999 : Kerusuhan berlanjut terus di kepulauan Key Besar dan Key Kecil, sedikitnya
enam orang terbunuh, akibat serangan senjata tajam dan peluru.


Korban Muslim oleh Pembunuhan sadis salibis

Kesaksian Korban Kerusuhan Maluku

Ibu Nurain (20 th):

Suami saya, Asnan Awal, telah syahid dibunuh orang kafir. Saya sendiri dalam peristiwa yang sama kena panah di panggul kiri. Di dalam Masjid, ibu-ibu dan anak-anak kecil banyak yang ketakutan. Saya lihat dengan mata kepala saya sendiri, banyak anak-anak usia balita diambil oleh orang Kristen dengan paksa. Saya memohon dengan lemah agar saya dan anak saya yang masih kecil (3 th) jangan dibunuh. Akhirnya bersama enam Muslimah lainnya, saya diikatkan kain merah di kepala dan di masukkan ke atas truk. Kami melewati Desa Kupa-Kupa, di Desa Usosiat, anak saya diambil dan diserahkan ke rumah pendeta. Saya waktu di Masjid juga melihat ada seorang Muslimah yang masih gadis dibakar hidup-hidup gara-gara tidak mau melayani syahwat orang kafir itu.

Bersambung...

Konflik Agama (Bhg.3)- sila ambil ikhtibar

KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH (BHG.3)
Desember 1998 s.d. Desember 2000

Sambungan...

Dua jam kemudian, ada sebuah mobil Kijang menuju Hitu ditumpangi warga Muslim. Pengemudinya dipanah oleh warga Kristen Desa Passo, mobil dilempari. Para penyerang tidak diamankan oleh aparat keamanan yang ada.



Ambon Terus Bergolak

18 Februari 1999 : Ambon kembali diguncang bom. Peledakan itu terjadi pada hari Kamis (18/2), pukul 1.00 WIT, dini hari. Smentara itu pemerintah melaporkan ada 81 berkas kasus kerusuhan Ambon yang siap disidangkan dengan menjerat 192 tersangka.

22 Februari 1999 : Terjadi bentrokan berdarah antara warga Muslim dan warga Kristen.



Peristiwa ini menyusul aksi pembakaran 15 rumah warga Muslim di Batu Merah Dalam, Ambon dan satu buah Masjid di Ihamahu, Maluku Tengah. Sedikitnya 9 orang terbunuh dan puluhan lainnya luka-luka.

23 Februari : Puluhan bom dilemparkan ke perkampungan Muslim di Batu Merah Dalam, Kodya Ambon. Puluhan rumah musnah terbakar. Dilaporkan 15 orang terbunuh, 13 orang tidak diketahui nasibnya dan 34 orang luka-luka.

Dikabarkan banyak murid sekolah yang dipulangkan, terutama di Galunggung Batu Merah, Kapaha dan sekitarnya. Seorang ibu hamil berjilbab yang pulang dari pasar ketika melewati Gereja Bethabara, Batu Merah Dalam diejek sekelompok orang, tetapi tidak dihiraukan. Ia sempat ditendang. Ini terjadi pada pukul 09.00 WIT.

Memasuki tengah hari, terjadi kerusuhan di Desa Batu Merah Bawah dengan pelemparan beberapa bom rakitan dari arah Batu Merah Atas. Terjadi juga pembakaran warga Muslim di Dusun Rinjani (Desa Batu Merah).

Sampai akhir Pebruari 1999 banyak terjadi insiden di berbagai tempat. Serang menyerang ini dilakukan dengan lemparan batu, lemparan bom, pemanahan, pencegatan, pemukulan, pembacokan, perusakan, penjarahan dan pembakaran rumah.

Jama'ah Sholat Shubuh Ahuru Dibantai

1 Maret 1999 : Sejumlah massa membantai warga Muslim Ahuru, Kodya Ambon, yang tengah melaksanakan Shalat Shubuh berjama'ah di Masjid Al-Huda. Sembilan orang terbunuh. Dua orang bocah, Mansyur (7) dan Parman (1.5) lolos dari serangan brutal ini. Aparat Polisi diduga terlibat dalam aksi penyerangan ini. Dilaporkan pula bahwa di kawasan Kopertis, Kodya Ambon, juga terjadi penyerangan yang diikuti pembakaran sebuah Masjid.

1). Passo Bergolak Lagi

8 Maret 1999 : Terjadi kerusuhan lagi di Passo. Lewat tengah hari, sebuah Mikrolet dari Tulehu yang dikawal 3 orang Polisi dihadang massa di tikungan Jalan Baru Passo. Penumpangnya ditanya, agamanya Kristen atau Islam. Pak Sopir diseret keluar, lalu lehernya dibacok. Para penumpangnya juga diseret keluar, dibawa ke rumah warga setempat, alu diinterogasi. Mereka yang mengaku beragama Kristen diminta beribadah menurut cara Kristen.

Pada tengah malam, dilaporkan ada kebakaran di dekat Masjid Jabal Tsur, Benteng Atas. Diterima kabar lain kemudian bahwa yang terbakar adalah satu rumah warga Muslim dan empat rumah warga Kristen. Keadaan dapat dikendalikan aparat keamanan. Masjid Jabal Tsur sejak petang hingga Shubuh menjadi sasaran pelemparan. Esok paginya, sekitar pukul 05.00 WIT, masjid itu dilempari bom, tetapi tidak menimbulkan korban.

BAGIAN 1-3 : BELUM HABIS AMBON, TERBITLAH TUAL


Belum habis tangis di Ambon, kerusuhan merembet ke kota Tual, Maluku Tenggara, pada akhir Maret 1999. Menurut informasi dari Posko Umat Islam Al-Huriyah 45, kerusuhan itu berawal pada hari Sabtu (27/3). Peristiwa-peristiwa provokasi terjadi di Maluku Tenggara, setelah kerusuhan Dobo (yang juga termasuk Maluku Tenggara). Kerusuhan dipicu oleh sejumlah tulisan yang isinya menghujat Nabi Muhammad SAW, yang terlihat di tembok rumah milik Abdullah Koedubun, salah seorang PNS pada Kantor Bupati Maluku Tenggara.

1). Berikut kronologi tragedi berdarah di Tual, Maluku Tenggara.

28 Maret 1999 : Beberapa pemuda Muslim dipimpin Abdullah Koedubun, yang tergabung

dalam Persatuan Pemuda Muslim Kota Tual (PPMKT) melakukan unjuk rasa di halaman kantor Polisi Maluku Tenggara. Mereka menyampaikan protes atas pelecehan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Pukul 16.00 WIT, seorang warga Kristen bernama Ulis Karmomyanan menyebar berita bohong bahwa rumah ibunya di bakar pihak Muslim. Dengan cepat berkembang bahwa umat Kristen Desa Taar dan Un akan menyerang ummat Islam kota Tual. Ketegangan pun tak dapat dihindarkan.

Pukul 20.00 WIT, datang segerombolan warga Kristen Desa Taar ke wilayah Wearhid yang mayoritas beragama Islam. Meski jarak antara Desa Taar dengan Desa Wearhir sekitar 2 km, sekitar 5.000 orang telah siap melakukan penyerangan ke desa-desa Muslim di Tual.


Tulisan Kristus dipagar serta pembakaran Masjid, bukti Intoleransi umat Kristen terhadap Mayoritas Muslim

Massa Kristen Desa Taar, melakukan penyerbuan dengan lemparan batu ke arah rumah-rumah penduduk Muslim. Beberapa rumah dikabarkan rusak.

29 Maret 1999 : Sejak pukul 4.00 WIT, sekitar 500 massa Kristen bergerak dari pos pengamanan

bersama, yang dikuasainya, menuju rumah Said Rewarin. Merela melempari dan merusak rumah Said sambil berteriak, 'Hidup Jesus', 'Bunuh saudara Karim Renwarin dan adik-adiknya!'. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Pihak Muslim yang mendengar kegaduhan langsung berkumpul dan menghalau massa Kristen sambil berterian 'Allahu Akbar!'. Bentrok fisik pun tidak dapat terelakkan. Akhirnya, massa Kristen berhasil dipukul mundur hingga ke pos pengamanan bersama. Beberapa rumah dilaporkan terbakar.

31 Maret 1999 : Penyerangan massa Kristen terhadap permukiman Muslim di Desa Wearhir kembali terjadi. Bentrok fisik kembali terjadi dengan beberapa korban jatuh dari kedua belah pihak. Hingga siang hari, pihak Muslim berhasil menghalau massa Kristen.

Pukul 15.00-24.00 WIT, situasi mulai mereda. Tidak terjadi pertikaian lagi antara dua belah pihak. Berapa Pastor Katholik berupaya berunding dengan pihak Muslim, dimana mereka meminta agar tempat ibadah orang Katholik tidak diserang, sebab mereka tidak memihak kelompok Kristen. Pihak Muslim menerima permohonan tersebut.

1 April 1999 : Pukul 05.00 WIT Shubuh, terdengar beberapa rentetan tembakan peringatan dari
pihak keamanan. Dua jam kemudian terdengar lagi rentetan tembakan yang lebih lama.

Pukul 07.30 WIT, seorang pemuda Muslim bernama Syarif (17) pelajar kelas III SMA di Lodarel Tual, terkena panah besi. Panah tersebut menancam di dada kirinya, lebih kurang 10 cm. Syarif akhirnya terwas. Selain Syarif, jatuh pula korban dari pihak Muslim, yaitu Abdul Ghani Tamber (36), yang dikenal sebagai pimpinan perang, dan Muhammad Taher Penboran (35). Mereka terbunuh akibat tembakan di dekat Gereja Ston, dari laras senjata oknum Polisi bernama Anton dan Miru dari Angkatan Darat.

Pukul 10.00 WIT, terjadi lagi pembakaran rumah-rumah milik warga Muslim, oleh massa Kristen, di komplek kuburan Cina dan belakang PLN lama. Pihak Muslim segera melakukan serangan balasan tersebut. Beberapa aparat keamanan yang bertugas melakukan penembakan terhadap kaum Muslimin, yang mengakibatkan 3 orang terbunuh, sementara beberapa orang luka berat dan ringan. Tidak kurang 70 rumah terbakar.

Pada hari yang sama, terjadi perusakan yang disertai pembakaran rumah-rumah warga Muslim oleh massa Kristen, di komplek belakang Dragun Lama, Kelurahan Ohoijang RT 04/02, yang dipimpin oleh Buce Raharna, PNS Statistik Maluku Tenggara. Seorang pengurus DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Tual, melihat peristiwa tersebut. Buce Rahanra juga berusaha memotong lengan seorang ibu bernama Salija Wattimena, namun atas izin Allah, parang orang kafir itu tidak mampu melukai korban.

Jum'at 2 April 1999 : Terjadi penyerangan dari desa-desa Kristen di Kliwat, Sather, Soindat, dan Weduar terhadap desa Larat yang Muslim, di Kecamatan Key Besar. Akibat serangan ini, umat Islam di desa tersebut memutuskan untuk tidak melaksanakan shalat Jum'at, namun pelaksanaannya diganti dengan sholat Dzuhur berjama'ah di masjid Ar-Rahman.

Korban Muslim oleh Pembunuhan sadis salibis


Kesaksian Korban Kerusuhan Maluku


Syahnaim (25 th):


Dua anak saya yang berusia enam dan tujuh tahun diambil orang Kristen. Sedang adiknya, Awi (2 th) dicincang mereka hingga syahid. Saya melihat sendiri, bagaimana sadisnya Bahrul (32 th) dibunuh orang kafir. Mayatnya disalib, dan naudzubillah, kemaluannya dipotong. Lalu potongannya itu disumpalkan ke mulut mayatnya. Seorang anak balita, Saddam (5 th) digantung lalu dibelah dari atas ke bawah seperti ikan. Nenek Habibab (80 th) digantung di pohon jeruk yang diikat dengan rambutnya di pohon lalu dicincang.

Bersambung...

Konflik Agama (Bhg.2) - sila ambil ikhtibar

KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH (BHG.2)
Desember 1998 s.d. Desember 2000

Sambungan....

Bukti Prestasi ajaran Kristus yang penuh Kasih dan Damai, Pembantaian Muslim Ambon

4). Dikaitkan dengan Tragedi Iedul Fithri Berdarah, rentetan ketiga peristiwa di atas harus dianggap sebagai bagian yang tak terpisahkan, atau sebagai 'babak pertama' dari seluruh babak yang berjudul 'Tragedi Iedul Fithri Berdarah'. Seandainya ummat Islam di Ambon menyatakan protes keras kepada pihak Kristen yang berpura-pura tidak tahu maka mereka akan ragu memasuki 'babak kedua', yaitu adegan 'Tragedi Iedul Fithri Berdarah'. Dengan kata lain Tragedi Iedul Fithri Berdarah itu belum tentu bisa terjadi karena uji cobanya tidak berhasil, Ummat Islam masih siap dan kompak, siaga menghadapi setiap kemungkinan.

Begitu pula Polri, jika betul-betul profesional dan bersungguh-sungguh dalam menangani kasus di atas, termasuk datangnya ratusan orang kiriman itu, maka peristiwa yang amat menyakitkan Ummat Islam se Indonesia ini mungkin tidak akan terjadi. Begitu juga kegelisahan masyarakat luas akibat munculnya kabar burung bahwa akan ada kekacauan besar ketika Shalat Iedul Fithri. Jadi sesungguhnya tragedi ini merupakan ketidak-profesionalan TNI atau lemahnya TNI akibat penghujatan. Jelas ini merupakan peluang yang mulus bagi golongan untuk merencanakan rencana makarnya.



Marilah kita lihat tragedi ini sebagai salah satu bukti rencana strategis pihak Kristen yang teratur dan terencana, sehingga berhasil demikian baiknya.


BAGIAN 1-2-2:

IEDUL FITHRI BERDARAH 1999 (2/2) - HARI-HARI PEMBANTAIAN BERLANJUT

Hari-hari Pembantaian Berlanjut ...

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku mengeluarkan catatan resmi rentetan peristiwa penting pasca pecahnya Tragedi Iedul Fithri Berdarah, 19 Januari 1999. Dokumen ini ditandatangani oleh pemimpin-pemimpin MUI, orpol, ormas, tokoh-tokoh Islam di Maluku.

Selain itu, juga ada laporan terperinci berbagai peristiwa tiap hari yang diterima dan kemudian dikeluarkan secara terbatas oleh Pusat Informasi dan Komunikasi Umat Islam, Masjid Al-Fatah Ambon, dan Posko Umat Maluku Tenggara perwakilan Ambon.

Peristiwa-peristiwa penting itu - dari MUI Pusat, Informasi Al-Fatah, dari Posko Ummat Maluku Tenggara - sebagian dirangkum, disunting, dan disajikan di bawah ini.

2 Pebruari 1999 : Insiden terjadi di Terminal Mardika. Seorang penumpang angkot turun dari mobil dengan tidak mau membayar ongkos. Supir dan kernet menagihnya tetapi tetap tidak mau membayar bahkan penumpang tersebut lari. Di saat melarikan diri orang yang melihatnya berteriak 'Copet-copet!' kemudian dikejar massa. Pada saat itu aparat keamanan yang bertugas dipasar mengeluarkan tembakan. Massa semakin panik ditambah lagi Patroli Helikopter juga mengeluarkan tembakan. Tidak berapa lama kemudian, terjadi pengejaran warga Islam di kantor- kantor pemerintah yang berada di wilayah pemukiman Kristen, seperti di Kanwil Depsos Karang Panjang dan Dinas Pertaninan Tanaman Pangan Dati I Maluku di Tanah Tinggi. Pegawai beragama Islam bahkan ada yang diparang di halaman kantornya (Depsos). Tiga karyawan Depkes dicegat ketika pulang melewati SMP Negri I, yang beragama Islam diancam dan ditikam.



11.00 WIT : Enam orang pejabat yang akan menghadiri pertemuan dengan lima Menteri dikantor Gubernur Maluku, di Ambon, terjebak barikade dan diancam dengan kekerasan. Seorang Bugis dibacok di Gang Singa, Belakang Soya, hingga meninggal.



SMEA Negri I Ambon di Karang Panjang diserang oleh para pemuda dari Pondok Paty. Empat
kendaraan roda dua dibakar.

3 Pebruari 1999 : Pagi hari, di Karang Tagepe, Kuda Mati, terjadi perusakan atas empat rumah warga Muslim. Rumah-rumah warga Muslim yang belum dibakar atau dirusak akan diratakan dengan tanah. Para pengungsi dari Karang Tagepe berada di dalam tenda-tenda di lingkungan transmisi RCTI/SCTV Gunung Nona. Mobil dan kendaraan roda dua dibakar. Rumah-rumah telah dibakar atau dirusak.

Makar Kristen di Kairatu dan Pembantaian di Desa Waraloki

Pukul 14.00 WIT : Diadakan jamuan makan 'Patita Damai' warga Kairatu, Rumberu dan Rumaitu di satu pihak dan masyarakat Muslim Kairatu. Ternyata ada rencana jahat pihak Kristen. Mereka datang dengan persenjataan lengkap seperti panah, dan tombak, sehingga suasana pesta itu bukan dijadikan wahana Perdamaian melainkan justru berubah menjadi ajang pertempuran. Dalam insiden itu 4 orang warga Muslim terkena panah. Pertikaian meluas menjadi pembakaran pasar, dan rumah-rumah warga Muslim di sekitar Masjid.

4 Februari 1999 : Pukul 05.30 WIT warga Desa Waraloki yang sedang melaksanakan Shalat

Shubuh diserang oleh massa Kristen dari Desa Kamariang, Sariawang (orang gunung) dan juga warga Kristem lainnya, dengan formasi penyerangan berbentuk huruf L. Dalam insiden itu 7 orang warga Muslim Waraholi terbunuh, salah satunya adalah gadis cilik berumur delapan tahun. Menurut saksi, gadis cilik ini dianiaya lebih dahulu sebelum dibunuh. Satu jam kemudian penyerang dipukul mundur.

Pukul 07.00 WIT : Terjadi penyerangan kedua yang tidak dicegah oleh aparat keamanan yang dipimpin oleh Letda Sitorus. Perusuh dilepas dan akhirnya lari ke gunung. Warga yang melihat keadaan tersebut berkata agar pelaku perusuh ditembak, tetapi oknum aparat mengatakan bahwa pelurunya telah habis. Dalam insiden itu 52 rumah hancur dan kebanyakan korban adalah orang Buton.



Pukul 10.30 WIT : Kota Kairatu kembali diserang oleh massa Kristen yang datang dari kampung-kampung yang berada di pegunungan, sehingga 40 rumah terbakar.

5 Pebruari 1999 : Pagi hari, kerusuhan kembali terjadi di Kairatu, berupa pembakaran diKairatu. Masyarakat Desa Pelauw (mayoritas Muslim) bergerak maju menuju Kairatu untuk mengevakuasi masyarakat Muslim. Pada malam harinya, rumah-rumah dan masjid dilempari batu.

Kerusuhan juga terjadi di Dusun Alinong. Sejumlah massa Kristen Kuda Mati menyerang warga Muslim Dusun Alinong. Jalan menuju Karang Tagepe di Kuda Mati dibarikade dengan batang- batang kayu. Sejumlah 25 keluarga minta tolong untuk dievaluasi. Imam Masjid Al-Muqaram Kampung Karang Tagepe (Kuda Mati) dengan istrinya ditemukan meninggal oleh polisi di ruang tamu rumahnya. Tubuhnya terlilit kabel listrik telanjang. Pada pukul 10.00 WIT massa Kristen Kamariang menyerang lagi, tetapi berhasil dihalau.

Desa Batu Merah Diguncang Bom

8 Februari 1999 : Pukul 08.00 WIT pertama kalinya Desa Batu Merah dilempari dengan bom-bom rakitan.

13 Februari 1999 : Tertangkap 6 orang warga Kristen asal Maluku Tenggara yang melecehkan Islam dengan menghujat Rasulullah dan menulis 'Yesus Maju Terus' pada rumah warga Muslim di simpang tiga Air Besar STAIN-Ahuru.

Pembantaian Muslim di Pulau Haruku, Maluku Tengah

14 Februari 1999 : Di Pulau Haruku, Maluku Tengah, warga Kariu yang beragama Kristen
dibantu beberapa orang aparat membantai warga Muslim Pelauw. Dilaporkan 15 warga Muslim terbunuh dan 43 lainnya luka berat akibat terkena tembakan dan granat. Tercatat, empat anggota Polisi terlibat dalam aksi penyerangan itu. Mereka adalah Serka Loupatty, Serta Titir Loloby, Serda Hendrik Nandatu dan Latumahina.

Ketegangan Terjadi Lagi di Passo

17 Pebruari 1999 : Pagi hari terjadi lagi ketegangan di Passo. Awalnya sebuah mobil truk dari
Hitu menuju Ambon yang dilempari batu. Penghuni Kristen di kiri kanan jalan keluar sambil membawa parang dan panah. Kaca mobil dipecah dan aparat keamanan yang berada di tempat kejadian tidak bereaksi. Menurut keterangan korban, ada barikadi di jalan mulai di Negeri Lama sampai dengan pasar, menggunakan batu, drum, dan batang pohon. Tiap mobil yang lewat penumpangnya ditanyai. Dua orang warga Hitu yang menumpang mobil lain ditahan karena membawa senjata tajam, sementara massa Kristen yang berkumpul di situ - dengan membawa berbagai senjata tajam - dibiarkan begitu saja oleh aparat.



Korban Muslim oleh Pembunuhan sadis salibis



Kesaksian Korban Kerusuhan Maluku

Hamida Sambiki (18 th), muslimah ini diambil paksa oleh orang Kristen dari Masjid An-Nashr Desa Popelo. Ayahnya yang berusaha menahan dibantai. Para perusuh Kristen merencanakan mau mengawinkan Hamida dengan anak pendeta di Tobelo. Namun oleh seseorang yang mengaku keluarga Nasrani, Hamida berhasil diselamatkan ke Polsek Tobelo. Hamida saat di Masjid An-Nashr melihat pembantaian umat Islam oleh perusuh Kristen. Munir (25 th) dibakar hidup-hidup dan mulutnya disumpal kotoran manusia, Haji Man (70 th) dipenggal lalu kepalanya yang sudah terpisah dengan tubuhnya itu ditusuk dengan panah dan dibuat mainan diputar-putar di dalam Masjid. Hamida juga melihat bagaimana seorang Muslim, Malang (50 th), dibunuh secara sadis. Kemudian jantungnya diambil. Orang kafir yang mengambil jantungnya berkata, “Ini buat hadiah lebaran”

Bersambung...

Konflik Agama (Bhg.1) - sila ambil ikhtibar

KRONOLOGI TRAGEDI AMBON-MALUKU BERDARAH (BHG.1)
Desember 1998 s.d. Desember 2000

BAGIAN 1-1: SEBELUM AMBON
Tragedi berdarah di Ambon dan sekitarnya bukanlah sesuatu yang tiba-tiba. Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), sebelum peristiwa Iedul Fithri 1419H berdarah, tercatat beberapa peristiwa penting yang dianggap sebagai pra-kondisi, bahkan jauh ke belakang pada tahun 1995. Beberapa peristiwa itu (sebagian) adalah sebagai berikut.

1). 15 Juni 1995: Desa berpenduduk Islam, Kelang Asaude (Pulau Manipa), diserang warga Kristen
Desa Tomalahu Timur, pada waktu Shubuh. Penyerangan dikoordinasikan oleh empat orang
yang nama-namanya dicatat oleh MUI.



21 Februari 1996 (Hari Raya Iedul Fithri) : Desa Kelang Asaude diserang lagi. Serangan dilakukan oleh warga Tomahalu Timur dengan menggunakan batu dan panah. Tiga hari sebelumnya, serombongan orang yang dipimpin oleh sersan (namanya tercatat) datang ke Desa Asaude, menangkap raja (kepala desa) berikut istri dan anak-anaknya. Mereka menggeledah isi rumah dan menginjak-injak peralatan keagamaan.

18 Nopember 1998: Korem 174 Pattimura didemo. Sejumlah besar mahasiswa Unpatti (Universitas Pattimura) dan UKIM (Universitas Kristen Indonesia Maluku), yang dimotori oleh organisasi pemuda dan mahasiswanya menghujat Danrem Kolonel Hikayat. Demonstrasi berlangsung dua hari. Mereka membakar beberapa mobil keamanan, melukai tukang becak, dan merusak serta melempari kaca kantor PLN Cabang Ambon. Jatuh korban luka-luka, baik di pihak mahasiswa maupun kalangan ABRI.



Beberapa bulan sebelumnya, berlangsung desas-desus dan teror. Isu pengusiran orang-orang Bugis-Buton-Makassar (BBM) sudah beredar di tengah masyarakat yang membuat gelisah banyak orang. Mereka kurang bisa membedakan suku Bugis dan Makassar. Kedua suku ini sebenarnya adalah satu. Orang-orang Muslim suku lain (non-Maluku) juga diisukan untuk diusir. Produksi pesanan senjata tajam ditengarai sangat tinggi. Pesanan dilakukan oleh kelompok tertentu.

Isu pengusiran BBM memang berbau SARA, terutama yang menangkut suku dan agama. Entah bagaimana awalnya dari dalam Gereja. yang tepat, isu BBM bertiup dengan kencang dari kalangan Kristen, bahkan kabarnya disuarakan oleh Gereja.



Menjelang akhir Nopember 1998: Sekitar 200 preman Ambon dari Jakarta, yang bekerja sebagai penjaga keamanan tempat judi pulang kampung. Merekalah yang memulai bentrok dengan penduduk Ketapang (Jakarta). Karena umat Islam Jakarta marah, mereka dikepung. Beberapa darinya tewas. Sejumlah besar yang lain diminta masyarakat agar dievakuasi oleh aparat keamanan. Sebagian dari mereka - sekitar 200 orang - inilah yang pulang ke Ambon.

Beberapa 'Test Case' Sebelum Iedul Fithri Berdarah
Setidaknya, ada tiga peristiwa penting yang dapat dianggap sebagai bagian dari tragedi Iedul Fithri berdarah 1999. Ketiga peristiwa itu adalah peristiwa Wailete tanggal 13 Desember 1998, peristiwa Air Bak 27 Desember 1998, dan peristiwa Dobo 14 dan 19 Januari 1999.

Peristiwa-perista di atas adalah sebuah 'test case' yang dinilai berhasil mendeteksi keberanian, persatuan dan kesatuan serta kesiapan Ummat Islam se-Ambon untuk berperang. Kesabaran Ummat Islam yang tengah menyongsong bulan Ramadhan itu dianggap suatu kelemahan terutama penilaian terhadap suku Bugis-Buton-Makassar yang kurang kompak. Atas dasar penilaian demikian itu tampaknya dijadikan peluang untuk mengobarkan Tragedi Iedul Fithri Berdarah. Hal ini terbukti dengan tiba-tiba didatangkan ratusan preman dari Jakarta, eks-konflik Jalan Ketapang, Jakarta sebagai pelaku di lapangan.

Serangan Massa Kristen ke Desa Wailete



13 Desember 1998 : Desa Wailete yang merupakan perkampungan Muslim masyarakat asal Bugis-Buton-Makasar (BBM) diserang oleh warga Kampung Hative Besar (Kristen). Ratusan massa Kristen menyerbu dengan batu, dan membakar kampung Wailete. Serangan dilakukan dua kali pada malam itu dimana tahap kedua dilakukan secara tuntas membakar habis semua rumah sehingga penghuni hanya menyelamatkan diri dengan baju yang melekat di badan saja. Empat rumah dilaporkan terbakar dan satu kios bensin milik orang Bugis terbakar dan meledak. Penduduk desa tersebut mengungsi.

2). Tidak pernah ada kejelasan penyelesaian dalam peristiwa itu. Bahkan polisi tampak ragu menghadapi ancaman warga desa Hative Besar. Keraguan aparat ini tampak jelas sebagai hasil penghujatan selama demo dengan pecahnya insiden Batu Gajah. Dalam rangkaian penghujatan lewat berbagai media massa sebagian berpendapat bahwa oknum Polri telah berhasil digalang untuk melaksanakan rencana mereka. Surat kabar Suara Maluku tidak memberitakan peristiwa besar ini secara proporsional, dua kali pemberitaan yang tidak jelas kemudian menghilang, padahal kasus Batu Gajah diberitakan luar biasa bahkan tulisan-tulisan dengan ungkapan Anjing dan Babi masih berulang selama sebulan.

Ummat Islam yang menjadi panas karena solidaritas Islamiyahnya sebenarnya mengharapkan adanya reaksi protes, pembelaan dan pertolongan yang memadai tetapi hal itu tidak terjadi karena para pemimpinnya memang lemah dan tidak ada tokoh pemersatu. Warga masyarakat desa Hative Besar telah membuktikan secara nyata isu yang berkembang bahwa suku Bugis- Buton-Makassar dan Jawa-Sunda akan diusir dari Ambon.



Setelah aksi pembakaran itu para tokoh desa Hative Besar mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak akan menerima kedatangan suku Bugis-Buton-Makasar lagi ke desa Wailete, karena itu desa Wailete tidak pernah dibangun lagi, bahkan parapenghuni yang telah melarikan diri itu tak berani mengunjungi bekas kampungnya. Pemerintah daerah tidak memasukan pembakaran desa Wailete ini kedalam program rehabilitasi, dianggap bukan dalam rangka kerusuhan Ambon.

3). Serangan Massa Kristen ke Desa Air Bak Akhir Desember 1998.

27 Desember 1998 : Desa Air Bak, yang hanya berpenduduk sekitar 8 keluarga beragama Islam (desa kecil) diserbu warga Desa Tawiri yang mayoritas beragama Kristen. Pertikaian ini diawali ketika ada Babi peliharaan masyarakat Tawiri memasuki kebun masyarakat desa Bak Air, hal seperti ini biasa terjadi. Menghalau dengan lemparan batu saja Babi akan keluar dari kebun. Kali ini, kejadian ini dijadikan masalah oleh orang Kristen Tawiri. Orang-orang Muslim dilempari batu. Tidak ada penyelesaian, malah warga Muslim yang ditahan polisi.

5 Januari 1999 : Di tengah masyarakat beredar isu akan tejadinya kerusuhan pada Hari Raya

Iedul Fithri, meski beberapa penyampaian di antaranya dengan bahasa yang disamarkan. Di bagian lain bisa dibaca bagaimana isu itu berkembang di Kampung Batu Gantung Waringin. Seluruh rumah di situ dibakar dan diruntuhkan. Kampung ini dihuni oleh mayoritas orang Bugis.

Tragedi Berdarah di Dobo, Maluku Tenggara

14 Januari 1999 : Kerusuhan pecah di Dobo, kecamatan Pulau Aru (Kepulauan Tanimbar, Maluku Tenggara). Korban tewas delapan orang. Penyerangan dilakukan oleh kelompok Kristen tersebut bukanlah yang pertama kali. Sekitar satu bulan sebelumnya sempat terjadi kontak senjata tradisional meski dengan skala yang lebih kecil di tempat yang sama.

19 Januari 1999: Hari Raya Iedul Fithri. Kerusuhan pecah lagi di Dobo, setelah umat Islam melaksanakan sholat Ied. Dikabarkan 14 orang terbunuh, 10 orang di antaranya adalah orang Kristen. Sebanyak 55 rumah habis terbakar.

Ketiga peristiwa di atas jelas telah direncanakan sebelumnya dalam rangka mencoba rencana besar mereka, yakni pembantaian Muslim Ambon di Hari Raya Iedul Fithri. Kerusuhan Dobo (14/1) layak dianggap sebagai awal meletusnya Kerusuhan Ambon. Cukup banyak anggota TNI yang dikirim ke Dobo sehingga kekuatan TNI di Ambon berkurang dalam jumlah yang berarti. Jumlah sisanya tidak mampu berbuat apa-apa di kota Ambon pada tanggal 19 dan 20 Januari, sebelum datangnya bala bantuan TNI dari tempat lain. Apalagi kemudian, di Dobo, pada Iedul Fithri, juga pecah kerusuhan lanjutan yang cukup besar.



Kesaksian Korban Kerusuhan Maluku

Ridwan Kiley (29 th) dan Ibu Rahmah Rukiah, Keduanya penduduk Desa Lamo, Kecamatan Galela. Menuturkan kesaksiannya, setelah selamat dari ‘neraka’ pembantaian orang Kristen di Galela (26/12), di Islamic Centre, Ambon, seperti dikutip dalam Republika (5/1). Pada Ahad sore (26/12/99), Kecamatan Galela yang didiami mayoritas Muslim diserang massa Kristen dari tiga Kecamatan mayoritas Kristen: Loloda, Ibu, dan Tobelo. Penyerangan di Galcia, juga menimpa Desa Lamo. Pukul 14.00 siang lebih dari 7.000 massa Kristen menyerang. Sekitar 200 warga Muslim Desa Lamo bertahan. Perlawanan itu dipimpin Imam Masjid Nurul Huda, Ds. Lamo, H. Djailani. Saat itu, massa Kristen memotong puluhan ekor babi disepanjang kampung dan darahnya dilumuri ke senjata-senjatanya. “Wanita-wanita mereka juga bertelanjang dan menari-nari di sepanjang kampung,” kata Ridwan dan Ibu Rukiah. Tak berapa lama, serangan serentak dilakukan dan Desa Lamo dikepung. Dalam pertempuran, Imam Djailani menemui syahid. Dengan sadis mayat Imam Djailani di salib dan ditempatkan di perbatasan Desa Lamo dan Kampung Duma. Setelah beberapa jam tergantung di tiang salib, baru pada malam harinya mayat Imam Djailani diturunkan dan dikuburkan oleh warga Muslim yang berhasil menyelamatkan diri.

Bersambung...

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...